Ketika Batara Guru sedang bertapa di Gunung Meru, kahyangan diancam bahaya karena raja raksasa Nilarudraka dan Patih Senarudraka hendak menyerbu. Batara Narada membagi tugas, Batara Kamajaya disuruh membangunkan Batara Guru dari tapanya, sedang dewa lainnya diperintahkan menghadang serbuan musuh.
Tugas Batara Kamajaya ternyata tidak mudah, karena Batara Guru tidak mau menghentikan tapanya. Kamajaya lalu menggunakan panah pusaka Cakrakembang, yang jika dilepaskan berubah ujud menjadi ribuan bunga.
Setelah terkena Cakrakembang, Batara Guru marah dan dari matanya yang ketiga (Batara Guru memiliki tiga mata), keluar cahaya yang amat panas, membakar hangus Batara Kamajaya.
Tugas Batara Kamajaya ternyata tidak mudah, karena Batara Guru tidak mau menghentikan tapanya. Kamajaya lalu menggunakan panah pusaka Cakrakembang, yang jika dilepaskan berubah ujud menjadi ribuan bunga.
Setelah terkena Cakrakembang, Batara Guru marah dan dari matanya yang ketiga (Batara Guru memiliki tiga mata), keluar cahaya yang amat panas, membakar hangus Batara Kamajaya.
Kematian Batara Kamajaya menyebabkan istrinya, Batari Kamaratih sedih. Ia menuntut agar suaminya dihidupkan kembali. Akhirnya Batara Kamajaya dihidupkan kembali oleh Batara Guru dengan tetesan Tirta Amerta.
Suatu saat Batara Endra pergi ke Kahyangan Jonggringsalaka, mengendarai gajah raksasa bernama Airawata. Dewi Uma sedang mengandung tua, terkejut dan takut melihat gajah seperti itu, dan lari ke pelukan Batara Guru.
Tak lama antaranya bayi yang dikandung lahir, berujud manusia berkepala gajah. Batara Guru menamakannya Batara Gana / Ganesa.
Karena para dewa kewalahan menghadapi kesaktian Prabu Nilarudraka dan Patih Senarudraka, Batara Narada menyarankan agar Batara Gana diperintahkan maju ke medan perang. Batara Guru setuju.
Ternyata Batara Gana sanggup membunuh Nila-rudraka dan Senarudraka.