Lakon banjaran ini mengisahkan riwayat Sengkuni alias Harya Suman. Kisahnya dimulai dengan pengusiran Batara Dwapara dari kahyangan oleh Sang Hyang Tungal.
Karena sifatnya yang selalu siri, berhati dengki dan berakal busuk, Batara Dwapara harus menjalani hidup di dunia, sebagai manusia.
“Di dunia, kamu boleh melampiaskan sifat busukmu sepuas-puasnya,” kata Sang Hyang Tunggal.
Karena sifatnya yang selalu siri, berhati dengki dan berakal busuk, Batara Dwapara harus menjalani hidup di dunia, sebagai manusia.
“Di dunia, kamu boleh melampiaskan sifat busukmu sepuas-puasnya,” kata Sang Hyang Tunggal.
Ketika Batara Dwapara turun ke dunia, permaisuri raja Awu-awu Langit atau Kerajaan Gandara, sedang bersalin. Batara Dwapara segera merasuk ke dalam tubuh bayi yang diberi nama Harya Suman alias Sengkuni itu.
Setelah Dewasa, Sengkuni mengabdi pada Prabu Pandu Dewanata, raja Astina. Pada saat inilah Sengkuni memfitnah Patih Gandamana, sehingga Gandamana mengundurkan diri dari jabatan patih Astina. Hal ini menggembirakan Sengkuni, karena jabatan itu akhirnya diberikan kepadanya.
Sewaktu Pandu Dewanata wafat, Begawan Abiyasa berencana akan membagikan minyak sakti Lenga Tala warisan Pandu, untuk kekebalan para Kurawa dan Pandawa. Namun, saat pembagian itu terjadi keri-butan, karena Kurawa ingin merampas minyak itu. Begawan Abiyasa yang terdesak sampai terjengkang jatuh, dan Dewi Kunti pingsan. Minyak itu jatuh di rerumputan.
Patih Sengkuni segera menanggalkan seluruh pakaiannya, dan dengan bertelanjang bulat ia berguling-guling di rumput yang basah karena minyak itu. Dengan demikian seluruh tubuh Sengkuni menjadi kebal, kecuali bagian dalam mulut dan duburnya.
Setelah itu, karena melihat Dewi Kunti tergeletak pingsan, Patih Sengkuni lalu mendekatinya dan menarik semekan (kain penutup dada)nya, tetapi sebelum ia berbuat lebih jauh, Dewi Kunti siuman. Saat itu juga Dewi Kunti berujar, tidak akan memakai semekan, jika tidak terbuat dari kulit Sengkuni. Sejak itu, Dewi Kunti hanya mengenakan jubah lorodan (bekas pakai) milik Begawan Abiyasa.
Setelah menjabat sebagai patih Astina, perilaku sirik dan jahat Sengkuni makin berkembang. Ia menghasut para Kurawa untuk membunuh Pandawa dan Dewi Kunti dalam peristiwa Bale Sigala-gala.
Patih Sengkuni juga berhasil memperdaya Pandawa, dengan mengajaknya bermain judi. Pada perjudian itu Sengkuni mewakili Korawa, sedangkan Yudistira mewakili Pandawa. Akibat kecurangan Sengkuni, Pandawa kehilangan segalanya. Selain kehilangan kerajaan dan seluruh kekayaannya, Pandawa harus hidup sebagai orang buangan selama 12 tahun.
Ketika pecah Baratayuda, Sengkuni dapat ditangkap Bima, kuku Pancanaka yang kanan dimasukkan ke dalam mulut Sengkuni, sedangkan yang kiri ke duburnya. Bagian tubuh itulah yang tidak kebal. Setelah itu, Sengkuni dikuliti hidup-hidup, dan setelah itu baru dapat dibunuh.
Sisa kulit Sengkuni kemudian digunakan sebagai semekan Dewi Kunti.