PRABU SALYA ketika mudanya bernama Narasoma.
Prabu Salya adalah putra Prabu Mandrapati, raja Negara Mandaraka dari permaisuri Dewi Tejawati.
Prabu Salya mempunyai saudara kandung bernama Dewi Madri/Dewi Madrim yang kemudian menjadi isteri Prabu Pandu, raja negra Astina Prabu Salya menikah dengan Dewi Pujawati/ Dewi Setyawati, putri tunggal Bagawan Bagaspati, brahmana raksasa di pertapan Argabelah, dengan Dewi Darmastuti, seorang hapsari/bidadari.
Dari perkawinan tersebut., ia dikaruniai 5 (lima) orang putra, yaitu; Dewi Erawati , Dewi Surtikanti, Dewi Banowati, Arya Burisrawa dan Bambang Rukmarata.
Prabu Salya mempunyai sifat dan perwatakan; tinggi hati, sombong, congkak, banyak bicara, cerdik dan pandai.
Prabu Salya sangat sakti, lebih-lebih setelah mendapat warisan Aji Candrabirawa dari mendiang mertuanya, Bagawan Bagaspati yang mati dibunuh olehnya.
Prabu Salya naik tahta kerajaan Mandaraka menggantikan ayahnya, Prabu Mandrapati yang meninggal bunuh diri.
Akhir riwayatnya diceritakan, Prabu Salya gugur di medan pertempuran Bharatayuda oleh Prabu Yudhistrira/Prabu Puntadewa dengan pusaka Jamus Kalimasada.
PRABU SALYA
Prabu Salya raja negara Mandraka. Ketika mudanya bernama Narasoma dari keturunan raja Mandratpati. Permaisurinya bernama Dewi Setyawati, putri yang sangat setia pada suaminya.
Prabu Salya sakti dan mempunyai senjata, bernama Candrabirawa dan berupa raksasa sangat buas. Raksasa itu tak bisa mati terbunuh, karena jumlahnya terus berlipat ganda. Mati satu menjadi dua, mati dua menjadi empat dan seterusnya. Karena begitu saktinya, tak ada seorang yang bisa melawannya.
Tetapi Candrabirawa dapat dikalahkan juga dengan kesabaran. Ketika Candrabirawa berhadapan dengan Yudistira, seorang orang yang tak pernah marah, ia tak bisa mendekati lawannya, oleh karena rasanya seperti dibakar, hingga akhirnya ia mengundurkan diri.
Dalam batinnya Prabu Salya sayang pada Pendawa, tetapi oleh karena negara Mandraka di bawah pemerintahan Astina dan raja Astina adalah menantunya, maka terpaksa ia memihak pada Astina.
Di dalam perang Beratayuda, sewaktu Prabu Salya mengusiri kendaraan Adipati Karna, ketika berperang dengan Arjuna,, Salya berbuat curang dengan menjungkirkan kendaraannya, sehingga anak panah Karna yang ditujukan pada Arjuna, meleset dari tujuan. Itu menjadi bukti mengenai sayang Salya pada Arjuna (Pendawa).
Dalam perang itu, Salya tewas, ketika bertanding dengan Yudistira.
Prabu Salya bermata kedondongan, berhidung mancung serba lengkap. Berjamang tiga susun dengan garuda membelakang lebih besar, bersunting waderan, berpraba. Berkalung ulur-ulur, bergelang, berpontoh dan berkeroncong. Berkain bokongan raton.
Prabu Salya seorang raja yang berbahagia. Berputra tiga orang putri: 1. Dewi Erawati. yang menjadi permaisuri Prabu Baladewa, 2. Dewi Surtikanti, permaisuri Adipati Karna, raja negara Awangga, 3. Dewi Banuwati, dipermaisuri oleh Prabu Suyudana, raja negara Astina. Jadi ketiga-tiga putrinya menjadi permaisuri raja, sedang dua orang kemenakannya, Nakula dan Sadewa, menjadi pelengkap Pendawa yang keempat dan kelima.
Tetapi setelah pecah perang Baratayuda, Prabu Salya menjadi bimbang. Secara lahir ia sayang pada Suyudana, yang adalah menantunya dan adalah pula raja besar negara Astina, tetapi secara batin ia memberatkan Pendawa, sebab Pendawa yang keempat dan kelima adalah kemenakannya. Tambahan pula Prabu Salya sebenarnya memang cinta pada Pendawa dan oleh karenanya suka ia bisa berpendirian tetap. Maka di dalam perang Baratayuda, ia seakan-akan tak berdaya dan kehilangan kesaktiannya dan oleh karena ia berperang tanpa semangat, matinya sepeni bunuh diri saja.
Begitulah gambaran mengenai seseorang yang berpendirian setengah setengah dan yang tak mempunyai kebulatan tekad, hingga menderita kalah perang sebagai akibatnya di dalam perang Baratayuda, dan ternoda pula namanya sebagai seorang raja yang tak membela keagungan mahkotanya, karena tak sampai hati berperang dengan kemenakan kemenakan sendiri, Nakula dan Sadewa.
Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982