Raja raksasa yang buruk muka, kasar dan beringas itu bertanya kepada Togog. Ia menanyakan arah menuju negara Purwa Carita. Togog yang juga memang sudah tahu bahwa Srigati putra Wisnu telah mendirikan kerajaan Purwa Carita di bumi Medang memberi tahukan, tapi ia juga bertanya kepada Prabu Bubaksangkala yang menjadi tujuannya ingin menuju Purwa Carita dengan membawa laskar perang yang begitu banyak. Dengan jumawanya Bubaksangkala sesumbar bahwa ia akan melakukan begal pati, merampok dan menjarah seluruh kekayaan negeri Medang.
Togog menasehati agar Prabu Bubaksangkala mengurungkan niatnya memerangi negeri Medang, sebab negeri tersebut dipimpin oleh seorang raja yang menjadi keturunan dewata.
Prabu Bubaksangkala tidak peduli dengan nasehat Togog. Ia memaksa Togog untuk ikut bersama dengan rombongannya menjadi penunjuk jalan menuju arah negeri Medang. Mau tidak mau Togog menuruti perintah Bubaksangkala mengikuti rombongan mereka ke negeri Medang.
Iring-iringan pasukan Prabu Bubaksangkala segera menuju negeri Medang. Namun di tengah perjalanan, di dalam rimba belantara, barisan laskar raksasa itu terhenti. Di tengah jalan yang akan dilalui mereka terbujur sosok tinggi besar yang tengah tertidur menghalangi jalan. Sosoknya luar biasa sangat besar, melebihi besarnya tubuh Prabu Bubaksangkala sendiri.
Prabu Bubaksangkala menggeram marah, ia merasa perjalanannya telah dirintangi, maka ia segera memberi perintah kepada pasukannya untuk menyeret paksa menyingkirkan sosok raksasa tersebut. Togog kembali mencoba menghalangi niat Prabu Bubaksangkala, ia yang sudah tahu siapa yang sedang tertidur pulas itu menjelaskan kepada Bubaksangkala. Togog sendiri sebenarnya merasa terkejut. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Batara Kala di tengah rimba belantara yang akan dilaluinya bersama pasukan Bubaksangkala.
Togog sudah memberi peringatan bahaya jika mereka menggangu ketenangan tidur Batara Kala. Namun untuk kedua kalinya Bubaksangkala tidak menghiraukan nasehat Togog. Acungan pedang sebagai tanda serang telah dikumandangkan. Pasukan bala tentara raksasa segera mengepung, melompat siaga menyergap sasarannya. Togog cari selamat melarikan diri. Ia tidak ingin jati dirinya diketahui oleh Batara Kala. Ia sembunyi disemak belukar menyaksikan apa yang bakal terjadi.
Batara Kala tergugah dari tidurnya, ia menggembor marah karena tidurnya merasa terganggu. Perang tanding pun tidak terelakan. Pertempuran yang tidak seimbang. Bubaksangkala mengeroyok Batara Kala dari segala penjuru. Mereka menerkam bagaikan sekumpulan singa lapar yang siap mengoyak daging buruannya.
Yang dilawan bukan sembarang raksasa, tetapi putra sanghyang pramesti. Walau dikepung dari segala penjuru, Batara Kala mampu menandingi serangan Bubaksangkala dan seluruh pasukannya.
Dengan kesaktiannya, akhirnya Batara Kala dapat memenangkan pertempuran. Bubaksangkala bertekuk lutut dihadapan Batara Kala. Ia meratap memelas memohon ampun dan berjanji untuk mengabdi. Batara Kala mengampuni musuhnya.
Namun dengan sangat licik Bubaksangkala mempengaruhi Batara Kala untuk bergabung menyerang negeri Medang, dengan iming-iming Batara Kala akan dijadikan raja di negara tersebut. Tanpa berpikir panjang Batara Kala menyetujui gagasan Bubaksangkala, maka mereka pun lalu bersekutu melanjutkan perjalanan menyerbu Medang Kemulan.
Togog mengikuti arah langkah kaki mereka dari jauh.
Bubaksangkala kembali menghasut Batara Kala untuk segera mengejar sosok wanita tersebut. Ia membisikan kepada Batara Kala bahwa wanita yang sedang melayang-layang diudara itu tidak lain adalah seorang dewi dari kahyangan. Sangat pantas jika bersanding dengan Batara Kala nanti saat menjadi raja di Medang Kemulan.
Mendengar kata-kata Bubaksangkala, Batara Kala segera mengejar.
Sang dewi adalah dewi Srinadi putri Batara Wisnu yang keluar dari istana Untarasegara karena ingin sekali bertemu dengan kakaknya, Sri Mahapunggung di marcapada. Namun sang dewi merasa tersasar sehingga dia kebingungan kemana arah negeri Medang Kemulan.
Saat masih dalam kebingungan, dewi Srinadi terkejut melihat sosok raksasa tinggi besar tengah mengejar dirinya. Srinadi segera terbang secepat-cepatnya, menghindari si raksasa. Ia sangat ketakutan dengan kehadiran Batara Kala. Kejar-kejaran pun terjadi diangkasa raya.
Kini Bubaksangkala tidak peduli lagi dengan Batara Kala yang sedang mengejar-ngejar dewi Srinadi. Justru ia merasa bebas dari perbudakan Batara Kala, dan segera memimpin kembali pasukannya untuk menyerang Medang Kemulan.
Dewi Srinadi terus dikejar oleh Batara Kala. Tanpa disadari keduanya sudah berada dalam wilayah negeri Medang Kemulan. Dewi Srinadi segera menukik ke bumi mencari perlindungan. Dengan bersembunyi di daratan tentu lebih aman tidak mudah terlihat, pikir Srinadi. Secepat kilat Srinadi menukik dan lenyap diantara sekumpulan tanaman padi.
Batara Kala celingukan mencari buruannya, tetapi ia sangat yakin bahwa buruannya telah bersembunyi diantara tanaman padi, maka ia pun menukik ke bumi bersembunyi diantara tanaman padi. Batara Kala merubah wujudnya menjadi seekor belalang besar berwarna coklat yang hinggap di tanaman padi. Penyamaran tersebut dimaksudkan agar tidak dapat terlihat. Matanya terus mencari-cari persembunyian dewi Srinadi.
Bubaksangkala dan pasukannya sampai juga di Medang Kemulan. Dalam penyerangan Bubaksangkala ke negeri Medang menggunakan taktik membuat kerusuhan dengan jalan merubah diri mereka menjadi hama dan binatang2 perusak padi. Bubaksangkala dan pasukannya merubah wujud masing2, mereka berpencar merusaki tanaman padi agar para petani di Medang Kemulan mengalami gagal panen, hingga akhirnya nanti semua rakyat dan prajurit Medang Kemulan menjadi kelaparan, saat itulah musuh akan menjadi lemah dan mudah dikalahkan.
Batara Kala yang sedang merubah wujud dan mengintai buruannya jadi merasa heran, sebab banyak sekali hama sawah yang terbang berseliweran merusaki tanaman padi.
Rakyat Medang merasa resah dengan adanya ribuan hama sawah yang merusaki tanaman mereka. Khawatir akan gagal panen, maka mereka mengadu kepada Sri Mahapunggung.
Dihadapan Sri Mahapunggung mereka menceritakan peristiwa yang sedang dialami.
Semar menganjurkan agar Prabu Sri Mahapunggung membuka bathin meminta petunjuk, karena menurut Semar kejadian tersebut sepertinya bukan hal yang sewajarnya. Sri Mahapunggung menuruti anjuran Semar, ia lalu mengheningkan cipta. Dan beberapa saat kemudian munculah Batara Wisnu dihadapan Sri Mahapunggung. Kepada sang putra, Wisnu memberi tahu bahwa negeri Medang sedang diserang oleh sekelompok pasukan raksasa yang dipimpin oleh Bubaksangkala.
Setelah mendapat petunjuk dari ayahandanya, Prabu Sri Mahapunggung segera memerintahkan Mahapatih Sadana dan Senopati Puring Gading untuk menyiapkan pasukan yang akan dipimpinnya secara langsung.
Sebelum meninggalkan negeri Medang, Batara Wisnu terlebih dahulu mendatangi daerah pesawahan yang sedang dijajah bangsa hama. Ia mendatangi salah satu tanaman padi, lalu mengeluarkan kesaktian yang dapat menghembuskan angin kencang di sekitar tanaman tersebut. Seketika dari salah satu tanaman padi munculah Batara Kala.
Batara Kala yang sudah pernah bertemu dengan Wisnu dalam penyamaran dalang Kandhabuana merasa heran bisa bertemu lagi dengan Ki dalang. Sebelum rasa heran Batara Kala terjawab, Batara Wisnu memerintahkan Batara Kala untuk menghadap Sanghyang Jagatnata.
Batara Kala kembali menuruti perintah Ki dalang yang tidak lain adalah Batara Wisnu. Ia segera terbang ke udara menuju Suralaya. Dalam pertemuan itu kelak Sanghyang Jagatnata menjodohkan Batara Kala dengan Permoni.
Pasukan Medang Kemulan selain bersenjata lengkap mereka juga membawa berbagai macam peralatan untuk mengusir hama dan bintang perusak tanaman padi. Dipimpin langsung oleh Sri Mahapunggung, seluruh prajurit Medang terjun ke gelanggang pesawahan. Mereka mengibas-kibaskan tangkai aren dan peralatan pengusir hama lainnya.
Riuh hama berterbangan di udara. Jumlahnya yang sangat banyak mengotori pandangan mata.
Sri Mahapunggung segera mengeluarkan kesaktiannya. Hama-hama yang berterbangan, tikus2 sawah yang berlarian semuanya berubah wujud menjadi bala tentara raksasa.
Pertempuran terjadi antara pasukan Medang dengan pasukan raksasa yang dimpin oleh Bubaksangkala.
Hiruk pikuk suara pertempuran terdengar. Bergemelentrangannya suara adu senjata, jeritan-jeritan kesakitan dan pekikan-pekikan membunuh terdengar bersahutan. Sadana, Puring Gading, Bagong, Petruk dan Gareng tidak ketinggalan, mereka bahu membahu menerjang ke medan perang menghalau musuh. Sementara, Prabu Bubaksangkala berhadapan langsung dengan Prabu Sri Mahapunggung. Keduanya bertempur sangat sengit, sama-sama mengeluarkan kesaktian dan kedigjayaan. Dan pada akhirnya Bubaksangkala palastra diujung pusaka Sri Mahapunggung. Semua balatentaranya pun binasa. Medang Kemulan mendapat kemenangan. Seluruh rakyat Medang bersorak menyambut kemenangan.
Diakhir pertempuran munculah Togog dari rerimbunan semak menghampiri Semar. Badranaya terkejut melihat Togog, mereka lalu berpelukan melepaskan rindu karena telah lama tidak saling bertemu.
Semar menasehati Togog agar tetap sabar dalam menghadapi ujian, karena sepanjang apapun sebuah perjalanan, tetap saja akan menemui titik akhir.