Jatasura berwujud harimau yang mempunyai rambut di lehernya. Karena ketekunannya bertapa, ia menjadi sangat sakti dan dapat mengerti bahasa manusia. Jatasura mempunyai saudara sepeguruan bernama Maesasura, raksasa berkepala kerbau. Ketika Maesasura menjadi raja di negara Gowa Kiskenda, Jatasura diangkat menjadi senapati perangnya, disamping patih Lembusura (raksasa berkepala sapi) dan Diradasura (raksasa berkepala gajah).
Sebagai saudara seperguruan, Jatasura dan Maesasura hidup dalam satu jiwa. Artinya bila salah satu diantara mereka mati dan dilangkai oleh yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali. Karena kesaktiannya tersebut, Jatasura sangat mendukung keinginan Prabu Maesasura untuk memperistri Dewi Tara, bidadari Suralaya putri Sanghyang Indra dari permaisuri Dewi Wiyati. Ketika lamarannya ditolak Bathara Guru., mereka mengamuk di Suralaya dan berhasil mengalahkan para dewa.
Bathara Guru kemudian meminta bantuan Subali dan Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Windradi/Indradi dari pertapaan Erraya/Grastina yang sedang bertapa di hutan Sunyapringga. Jatasura dan Maesasura akhirnya mati sampyuh, kepala mereka diadu kumba hingga pecah oleh Resi Subali yang memiliki Aji Pancasona.
Sebagai saudara seperguruan, Jatasura dan Maesasura hidup dalam satu jiwa. Artinya bila salah satu diantara mereka mati dan dilangkai oleh yang masih hidup, maka yang mati akan hidup kembali. Karena kesaktiannya tersebut, Jatasura sangat mendukung keinginan Prabu Maesasura untuk memperistri Dewi Tara, bidadari Suralaya putri Sanghyang Indra dari permaisuri Dewi Wiyati. Ketika lamarannya ditolak Bathara Guru., mereka mengamuk di Suralaya dan berhasil mengalahkan para dewa.
Bathara Guru kemudian meminta bantuan Subali dan Sugriwa, putra Resi Gotama dengan Dewi Windradi/Indradi dari pertapaan Erraya/Grastina yang sedang bertapa di hutan Sunyapringga. Jatasura dan Maesasura akhirnya mati sampyuh, kepala mereka diadu kumba hingga pecah oleh Resi Subali yang memiliki Aji Pancasona.