-->

4 Prinsip Dasar Pengelolan Obesitas

Dari dinkes.inhukab.go.id, obesitas merupakan penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidakseimbangan energi (energi intake) dengan energi yang digunakan (energi expenditure) dalam waktu lama. Beberapa mekanisme fisiologis berperan penting dalam tubuh individu untuk menjaga keseimbangan antara asupan energi dengan keseluruhan energi yang digunakan untuk menjaga berat badan stabil. Obesitas ditemukan pada orang dewasa, remaja dan anak-anak.

Lebih dari 1,4 miliar orang dewasa mengalami overweight dan lebih dari 500 juta orang dewasa di dunia mengalami obesitas. Setidaknya 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun akibat overweight dan obesitas. Selain itu, overweight dan obesitas memiliki risiko mengalami diabetes (44%), penyakit jantung iskemik (23%) dan kanker (7%-41%) (WHO, 2008). Di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, kejadian obesitas pada penduduk usia > 18 tahun menunjukkan peningkatan dari 11,7% pada tahun 2010 meningkat menjadi 15,4% pada tahun 2013. Hasil Riskesdas 2013 juga menunjukkan bahwa terdapat disparitas prevalensi obesitas pada beberapa provinsi di Indonesia. Selain mengarah kepada sejumlah masalah kesehatan fisik, obesitas juga bisa menyebabkan masalah psikologis, seperti stres, dan depresi. Masalah psikologis ini timbul karena biasanya berawal dari rasa tidak percaya diri penderita obesitas yang mengalami perubahan bentuk badan. Untuk mengetahui apakah berat badan Anda termasuk berat badan yang sehat bisa dilakukan melalui metode penghitungan IMT (indeks massa tubuh). Rumus yang dipakai dalam penghitungan IMT adalah berat tubuh dalam kilogram dibagi dengan tinggi tubuh dalam satuan meter kuadrat (m²). Sebagai contoh jika berat badan seseorang adalah 66 kilogram dan tingginya adalah 1,65 meter, maka penghitungannya adalah 66/(1,65 X 1,65) = 24,2. Hasil ini termasuk ke dalam kategori berat badan sehat atau normal karena masih berkisar antara 18,5 sampai 24,9.

Jika hasil akhir penghitungan IMT Anda kurang dari 18,5 maka Anda dianggap kekurangan berat badan. Sebaliknya, jika hasilnya lebih dari 24,9 maka Anda dianggap kelebihan berat badan. Seseorang dinyatakan mengalami obesitas jika memiliki hasil perhitungan IMT di antara 30-39,9. Selanjutnya, seseorang dianggap mengalami obesitas ekstrem jika hasil akhir BMI di atas 40.

Terdapat empat aspek utama dalam pengelolaan obesitas yaitu pola makan, pola aktifitas fisik, pola emosi makan dan pola tidur istirahat. Keempat aspek tersebut harus tersinergi dalam gaya hidup sehari-hari selama kehidupan.

1. Pola Makan
Pola makan mencakup jumlah, jenis, jadwal makan, dan pengolahan bahan makanan. Jenis makanan pada piramida gizi seimbang terdiri dari kelompok karbohidrat, sayur dan buah, protein dan minyak, gula, garam. Dianjurkan untuk mengkonsumsi gula, garam dan lemak dengan batasan per hari sebanyak 4 sendok makan gula, 1 sendok teh garam dan 5 sendok makan minyak.

Untuk pengelolaan obesitas diutamakan konsumsi karbohidrat kompleks, sayur dan buah harus lebih banyak. Gula rafinasi (gula pasir, gula batu dan gula jawa), dan madu dibatasi. Minyak goreng jenuh dan atau rantai panjang seperti minyak kelapa sawit sebaiknya juga dibatasi. Jadwal makan harus dilakukan secara teratur yaitu terdiri dari makanan utama dan makanan selingan.

Saat mengkonsumsi makanan utama ataupun selingan harus beraneka ragam, minimal terdapat tiga tiga jenis kelompok bahan makanan yaitu kelompok karbohidrat, sayur dan buah, dan protein. Namun pemilihan karbohidrat kompleks harus dibatasi karena sayur dan buah juga merupakan sumber karbohidrat.

Bila kita menggunakan piring makan model T, maka jumlah sayur 2 kali lipat jumlah bahan makanan sumber karbohidrat (nasi, mie, roti, pasta, singkong, dll). Dan jumlah bahan makanan sumber protein setara dengan jumlah bahan makanan sumber karbohidrat. Sayur dan atau buah minimal harus sama dengan jumlah karbohidrat ditambah protein.

Penggunaan minyak dalam pengolahan makanan dan penggunaan gula dalam minuman harus dikurangi. Sedangkan untuk makanan selingan diutamakan kelompok buah dan sayur dalam keadaan utuh dan segar. Namun, jika ingin mengkonsumsi makanan selingan dari sumber karbohidrat maka perhatikan cara pengolahannya. Teknik pengolahan yang dianjurkan adalah dengan cara dikukus, rebus, dan tumis dengan menggunakan minyak sedikit serta tanpa penambahan gula yang berlebihan.

2. Pola Aktivitas Fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi sehingga terjadi pembakaran energi. Pengolahan obesitas dilakukan melalui peningkatan aktifitas fisik yang gerakannya kontinyu dengan gerakan intensitas rendah sampai sedang sehingga terjadi peningkatan pengeluaran energi dan peningkatan massa otot. Pola hidup aktif merupakan penyeimbang dari asupan energi, dengan demikian energi yang diasup tidak akan pernah berlebih di dalam tubuh jika selalu hidup aktif. Pola hidup aktif tidak hanya mencakup peningkatan aktifitas fisik tapi juga melakukan latihan fisik.

Latihan fisik harus dilakukan secara baik, benar, terukur dan teratur (BBTT). Baik jika dilakukan sejak usia dini, sesuai dengan kondisi fisik medis dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan. Benar jika dilakukan secara bertahap yaitu dimulai dengan pemanasan, dilanjutkan dengan latihan inti dan diakhiri dengan pendinginan. Terukur jika dilakukan dengan memperhatikan denyut nadi selama latihan dan berada dalam zona latihan (65-70% denyut nadi maksimal = 220-umur). Teratur jika dilakukan dengan frekuensi 3-5 kali seminggu dengan durasi minimal 150 menit/minggu dengan selang waktu satu hari istirahat. Untuk penambahan massa otot diperlukan latihan beban ringan (dynamic strength training).

3. Pola Emosi Makan
Pola emosi makan adalah suatu kebiasaan makan dengan jumlah berlebihan dan cenderung memilih jenis makanan yang tidak sehat yaitu tinggi gula, garam dan lemak yang disebabkan oleh emosi bukan karena lapar. Dalam pengelolaan obesitas maka seseorang perlu dibantu untuk mengenali jenis emosinya dan cara memahami emosi tersebut. Dengan demikian saat seseorang sedang mengalami emosi seperti marah, sedih, rasa bersalah, bosan, stres, dll maka tidak perlu mengalihkannya dengan mengonsumsi makanan. Hal yang perlu dilakukan adalah kenali nama emosinya, temukan penyebabnya dan selesaikan.

4. Pola Tidur/Istirahat
Kurang tidur dapat menyebabkan hormon leptin terganggu sehingga rasa lapar tidak terkontrol. Jika kuantitas (6-8 jam) dan kualitas tidur seseorang tidak sesuai maka akan mempengaruhi keseimbangan berbagai hormon yang pada akhirnya memicu kejadian obesitas. Beberapa jormon yang terganggu antara lain: kortisol, leptin dan ghrelin.

Terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan antara tidur dan timbulnya obesitas. Salah satu penelitian tersebut memperlihatkan orang dengan waktu tidur malam kurang dari 5 jam memiliki kecenderungan untuk menjadi obesitas 15% lebih besar dari yang lainnya. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa kelebihan tidur pun berhubungan dengan timbulnya obesitas (Taheri S, Lin, Austin D, 2004).

Gangguan tidur dapat menyebabkan peningkatan asupan energi melalui:
  1. Peningkatan rasa lapar melalui meingkatnya hormon ghrelin (pengontrol rasa lapar) dan menurunnya hormon leptin (pengontrol rasa kenyang).
  2. Waktu tersisa untuk makan menjadi lebih banyak.
  3. Cenderung memilih makanan yang tidak sehat/
Gangguan tidur dapat menyebabkan penurunan penggunaan energi melalui:
  1. Berkurangnya aktifitas fisik
  2. Penurunan suhu tubuh.
LihatTutupKomentar